Mengeja Luka

“Kamu mau aku membantumu?”

Aku hanya meliriknya sekilas, kemudian kembali sibuk menekuri pekerjaanku. Selama lima belas menit ia suarakan wacana dan permohonan padaku, tetapi tidak ada sepatah kata pun yang kukeluarkan sebagai timpalan.

“Jangan menahan dirimu lagi. Kamu tahu, mereka nggak bakal sadar kalau kamu nggak kasih tahu.”

“Tolonglah. Kumohon.” Suara pertamaku setelah sekian lama bungkam kusetel seputus asa mungkin. “Biarkan saja semua berjalan seperti sebelum-sebelum ini.”

“Dan kamu yakin mereka akan tersadar kalau kamu nggak kasih tahu?” Suaranya menyambar lagi, mulai menguarkan emosi dalam wujud pertanyaan retoris yang bisa membungkam mulutku. “Manusia itu bodoh. Mereka tolol. Mau taruhan? Setelah kamu kasih tahu pun, mereka pasti akan menyepelekan sakitmu. Seperti sebelum-sebelum ini,” lanjutnya penuh penekanan.

“Itu karena aku masih muda,” timpalku akhirnya. Mendongak memandanginya yang tengah memicing karena sekepul awan menutupi matanya. Kutiupkan secarik angin demi melungsurkan benda putih itu sehingga dia bisa kembali utuh.

Dia mendengus. Satu lidah api menyambar dari tangannya. Aku baru saja hendak mensyukuri jarak di antara kami yang cukup jauh dan jaketku yang lumayan tebal, ketika sengatan panasnya menyambar paha. Aku mendesis kecil, dan dia tercengang.

“Hei.” Atensinya terpusat pada pahaku. “Jaketmu bolong.”

“Oh. Sialan.”

Dia memelototiku. “Ini bukan salahku. Ini salah jaketmu—tidak, tidak. Ini salah mereka. Ya. Ini salah mereka. Hah. Nggak bisa ya, kamu melentingkan dan membinasakan mereka saja?”

Aku menggeleng. “Tidak. Aku butuh mereka. Aku sayang mereka. Kita cuma harus menunggu kapan mereka sadar.”

Dia memalingkan wajahnya apatis. Kepedulian yang sempat terpancar di sana kini tidak bersisa, seolah telah dia ringkus dan buang jauh-jauh. “Sorry. Aku sibuk untuk itu. Panggil aku lagi kalau kamu sudah berminat membinasakan mereka.” Dan, begitu saja, dia berlalu. Meninggalkanku dalam kegelapan.


Aku tersadar omongannya benar ketika kuhirup asap busuk entah dari mana. Entah siapa yang merokok, dan entah untuk apa. Semakin lama, asap itu terasa semakin tebal, memberangusku dengan baunya, dan memperkeruh pandangan. Susah-payah kuatur napasku tetap stabil.

“Jangan ditahan.” Sosoknya menyembul tiba-tiba dari balik asap, mengejutkanku. Respons yang berlebihan. Seharusnya aku tahu sudah saatnya dia kembali. Ini rutinitas yang sudah sekian lama kami jalani. Mungkin karena sibuk mengibaskan asap-asap keparat inilah, makanya dia tak tertangkap atensiku.

“Aku tidak—”

“Jangan ditahan,” ulangnya, dengan intonasi yang sama. “Kamu bebas menjadi dirimu. Kamu berhak untuk berteriak, batuk, menangis, sebagaimana mereka. Kamu juga punya kehidupan. Jangan ditahan. Keluarkan.”

Aku tidak mengerti, apakah memang sudah masanya aku menyerah, atau aku hanya sudah lelah dan memilih mengikuti hasutannya sehingga aku pun luluh. Dia mendekat. Lengan apinya membakar permukaan jaketku. Namun, kali ini aku tidak menahan diri. Aku terisak. Terbatuk. Menangis.


Tajuk Utama:

[Jakarta, Indonesia] Hujan yang mengguyur bumi selama lima hari berturut-turut mengakibatkan banjir di ibukota ….

[Osaka, Jepang] Gempa 7,5 SR mengguncang Osaka, tengah malam tadi. Ratusan rumah warga rusak parah ….

[Queensland, Australia] Kebakaran hutan akibat kemarau berkepanjangan terjadi di seluruh Queensland. …


“Kau lihat?” Pertanyaannya mengudara. “Bahkan ketika kamu terluka, yang mereka lakukan cuma sibuk mengurus diri mereka sendiri. Lihat begitu banyak sampah yang menggunung. Lihat polusi udara itu. Lihat limbah yang meracuni lautmu. Apa mereka berinisiatif menyembuhkanmu, Nona Bumi? Heh?”

Sambil menahan rasa sakit yang tersisa di sekujur tubuhku, aku menyahut, “Tidak. Kupikir kamu benar, Tuan Matahari. Mereka yang menumpangiku dan berjalan dengan angkuh itu memang makhluk yang kelewat batas.”

Iklan

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s