Prompt: Hitam-Putih
Aku mengendus-endus tempat sampah demi mendapatkan sebongkah daging busuk atau tulang-tulang ikan, tetapi tidak kutemukan apa pun yang bisa disantap.
Suara yang begitu familier terdengar di sampingku. Oh, rupanya bukan cuma aku yang sedang mengais makanan. Tapi juga Pu-Chan.
“Hai, Pu-Chan, kamu juga sedang mencari makanan, ya?” tanyaku.
“Iya, dari pagi aku belum makan juga. Perutku lapar sekali.”
Kami berdua adalah kucing liar yang suka berkeliaran di kompleks ini. Ada beberapa kucing lainnya, sih, tetapi mereka tidak kelihatan saat ini. Mungkin mereka juga masih mencari makan di tempat lain, atau malah sudah duduk meringkuk di sudut kota karena kekenyangan.
“Oh iya, Hi-chan. Sekitar jam dua belas nanti kamu ikut aku saja ke rumah Bu Tantri, dia itu manusia yang baik hati, lho. Dia akan memberi kita makanan kalau kita menghampiri rumahnya.” ajak Pu-chan.
Tentu saja aku mau. Sambil menanti, aku dan Pu-chan berkeliling dari tempat sampah ke tempat sampah demi memperoleh sesuatu yang bisa mengganjal perut. Sampai ketika jam dua belas tiba, Hi-chan segera berlari dan mengajakku ke lokasi. Duh, makanan …, makanan, aromanya sudah terbayang-bayang.
Rupanya di sana sudah ada empat kucing lain yang tiba. Pu-chan segera mengambil tempat dan memasang senyum memelas, dan aku mengikuti semua gerak-geriknya. Tetapi baru saja aku hendak mengambil tempat, bukan makanan yang kudapatkan tetapi sodokan dan pukulan sapu.
“Pergi sana! Kucing setan! Aku tidak menyukaimu, pergi sana!”
Aku didorong keluar dan begitu ingin masuk lagi, pintu sudah ditutup. Mereka tidak mendengarkan raungan dan tangisanku yang kelaparan. Aku memelas dan memohon tetapi tidak dipedulikan. Aku jadi bingung, apakah sebelumnya aku pernah berbuat salah pada manusia bernama Bu Tantri itu?
Oh, iya. Aku baru sadar. Di antara semua kucing yang mengantri makanan tadi, hanya aku satu-satunya yang berbulu hitam.