di ujung garis itu, hari lelah sudah
langit bermandikan peluh,
dan teduh,
dan teluh.
dekapan bumilah satu - satunya cara untuk sembuh
matanya mendatangkan kilat tanpa cahaya
deritnya mendentangkan kilasan tak bernada
puncaknya mendentingkan surga tiada nama
kota ini telah mati,
kita ini telah lari
kata ini telah benci.
tuhan beku dalam saku celana para pandita
sebentar lagi Ia pecah dan bilah dan bilang,
"panas lebih baik bagimu, Pendusta!"
kala kau mendongak, akan kautemukan
panorama sengak yang buat kudukmu berteriak
apa saja yang kautenggak terasa sakit,
dan sipit
dan sempit.
dengarlah gagak bernyanyi tanpa notasi dan ambisi
setiap untai yang disuapkan ke kupingmu hanya gelap;
berat yang kesiap
lelap mendekap
kota ini telah masai kita ini telah usai kata ini telah selesai. tuhan pasi dikunyah lambung orang-orang kaya, sebentar lagi Ia mengaduk dan mengamuk, "hampa lebih baik bagimu, Pendusta!"
[Tantangan Menulis Puisi – Poemniverse Astramagz Edisi 55 dengan kata kunci: beku; gelap; kuduk; dan pasi.]