anak-anak mencintai gula-gula
mereka izinkan gigi direkah gua-gua
lusa, rasa gula-gula sirna dan tiada
pijak masa menimbun mereka
ke asap pembakaran kalender dan buku cerita
remaja merendam gula-gula ke buritan kolam tempat belajar berenang
ikan-ikan berloncatan girang
menertawakan dewasa yang berlumutkan nasib kerontang
sakit gigi menarik benang usang nan asing
pening di kening menjemput ingar yang hanya di dalam kuping
lelucon tua terpanggil merangkaki kolam kenang yang kemuning
tapi licinnya keringat pun menggelincirkannya hingga terbanting
duh, utas ini mulai tak cendayam lagi
gula-gula meleleh di pipi, hati, dan negeri
tak kuat akan sengat mentari yang mendadak sengit
bahkan manis air susu mama menyerah
dalam upaya menawarkan bongkah dunia yang serasa bagai paria
nada dan ceria kehilangan guyub pada peluk asa
lalu turut berjatuhan dan larut mereka
bersama pecahnya gelak tawa
bersama alasan bercanda
bersama apa-apa
maka, amnesia pada bahagia
bekal kata papa mama, “semangatlah terbang menjemput cita-cita”
menggelantung lunyai di betis dan paha
sedang tangga adalah tinggi dan semakin kering
tak ayal menemui ajal di setiap kejatuhan: pecundang yang kepayahan berlari-lari di antara deru knalpot; amukan bos; dan tenggakan penenang atau penambah stamina
tapi rasa minuman dan kehidupan ini terus saja tawar
sebab lidah merindu rasa gula-gula
yang membor gigi hingga memunculkan gua-gua