Catherina

[ #MyWords • Catherina ]

Prompt: Kucing Hitam
Jumlah Kata: 450

MAHESA VERSI TUJUH TAHUN pernah diselamatkan seekor kucing. Walau di mata orang-orang Mahesa-lah penyelamatnya; heroik menghadang laju taksi demi menghindarkan si-kaki-empat dari gilasan ban truk.

Namun, Bunda berpikir beda. Saat ia mengelus dada, bukan hanya keselamatan Mahesa yang disyukurinya. Ia pun berterima kasih, penilaian miring orang atas kemampuan kognitif bagian sosialisasi dan empati putranya, terbukti tak akurat.

Bunda membalas budi dengan memperkenankan anak kucing betina berbulu legam itu tinggal di rumahnya, menemani Mahesa, sekalipun tahu putranya lebih doyan menyendiri. Bunda menghias bodinya dengan pita-pita cantik seolah ia anak perempuannya sendiri, tak peduli suaminya menuding sang kucing sebagai jelmaan iblis dan pembawa kesialan.

Selama dua tahun, Mahesa dan sang kucing yang diberi nama Catty, merajut kekerabatan. Jika Mahesa menyendiri, Catty datang minta perhatian sebagaimana misi yang diberi Bunda. Awalnya Mahesa bersikap defensif, tapi lama-lama, anak itu kooperatif. Setiap mata kuning cerah Catty memandangnya manja untuk mengajak bermain, Mahesa merasa ada gunung es di hatinya yang berangsur meleleh.

Saat Catty mati karena penyakit, Mahesa meraung paling keras.

“Haruskah kita adopsi kucing lagi?”

Mahesa menggeleng menimpali saran Bunda. Tegas. Tak perlu mengulang kedukaan ditinggal mati teman yang berumur lebih pendek darinya. Sebagai gantinya, Mahesa berjanji pada Bunda, untuk mencari teman manusia.

Kalender bergulir dan masa melumat kenangan. Bayang-bayang Catty akan selamanya terkubur dalam lemari ingatan dua dekade silam, jika Mahesa tak bertemu Catherina.

Catherina satu dari sembilan pelamar di perusahaannya, dan Mahesa manajer HRD yang bertugas mewawancarai. Saat Catherina masuk ruangan, Mahesa tak memikirkan apa-apa atas informasi dari berkas biodata di tangan, sampai tatapan keduanya berserobok.

Walau rambut gadis itu hitam panjang dan legam, mata sipit Catherina tampak bagai dua kristal topaz yang mengelebatkan pantulan cahaya lampu.

“Catherina Black, dari Inggris tapi bisa Bahasa Indonesia? Siapanya Sirius Black?”

Basa-basi garing Mahesa disambut derai tawa renyah Catherina. Mata yang hilang menjelma sabit, dua taring panjang di sisi-sisi bibir yang mencuat, seketika membuat Mahesa terkesiap dan napasnya tercekat. Bayang-bayang Catty dari dasar memori yang sudah nyaris dilupakannya, tahu-tahu menyapu pelupuk bergantian dengan citra Catherina.

“Ayah saya memang orang Inggris, Ibu saya Tionghoa-Indonesia. Sejak umur delapan saya pindah ikut Ibu ke Jakarta. Tapi, kami tak punya hubungan dengan Sirius Black, kok, Pak.”

Butuh usaha ekstra untuk memfokuskan diri hanya pada masa kini. Mahesa mengangguk sambil mengerjapkan matanya perlahan guna menghalau kabut yang tiba-tiba hadir.

Sehelai tisur tersodor. “Kalau Bapak kelilipan, saya punya tisu.”

Mahesa terenyak. Kepercayaannya tak mengkover eksistensi reinkarnasi. Akan tetapi, sulit menarik kewarasannya saat masa purba yang menempati hanya satu persen dari memori kehidupannya, tiba-tiba memaksa hadir dan menciptakan sinkronisitas.

“Terima kasih.” Sodoran tisu diterimanya, walau itu memutilasi profesionalitas. “Cattherina, dipanggil Catthy, bukan?”

Sekilas alis hitam ramping perempuan itu terangkat. Sebelum senyum khasnya kembali dihadirkan dan membawa bayangan Catty sang kucing kembali. “Benar, Pak.”

Tinggalkan komentar