Di dunia tanpa kabut dan capung, ibu peri pun berevolusi.
Sayap yang biasanya terkepak dengan warna-warni indah itu menyatu dengan tubuh, yang kian lama kian mengecil, bahkan ada pula yang tak terlihat lagi. Namun, semua orang tahu eksistensinya tetap ada.
Seorang gadis yang ingin jadi Cinderella pun meminta kepada ibu peri-nya.
“Aku ingin sepatu kaca itu, gaun itu, perhiasan itu …”
Ibu peri terbang, hinggap dari satu tangan ke tangan lain, satu ruang ke ruang lain, dan terwujudlah Cinderella jelita. Tidak perlu khawatir pulang malam, karena kekuatan ibu peri sudah tak lagi punya limit masa.
Gadis itu tersenyum senang, melangkah anggun di bawah kubah angkasa. Sekoloni binatang memuja-muji kecantikannya.
Di dunia yang serba abu-abu, ibu peri sudah tidak lagi berpihak pada sang putih.
Ia setia pada siapa pun yang punya usaha ekstra, kerja keras, ambisi, dan kenekatan. Di mana ada keberanian untuk melangkah keluar jalur, di sanalah ibu peri akan mengabdi. Ibu peri mencintai mereka yang tidak lagi punya rasa malu.
Seorang perempuan yang ingin jadi Tuan Putri dan dipeluk ibu peri, meloncat dari selangkangan ke selangkangan lelaki.
“Aku ingin menukar ibu peri dengan apa pun dari tubuhku.”
Lelaki menyeringai, mengisap darah bagai vampir, menukarnya dengan ibu peri. Ibu peri pun pindah hunian. Dia wujudkan apa yang perempuan itu mau.
Namun, di dunia yang berisik, bunyi ‘tring!’ tetap menjadi pertanda sihir ibu peri bekerja.
“Tring!” Benda-benda dimunculkan.
“Tring!”
“Terima kasih sudah berbelanja!”
“Tring!” Ibu peri meloncat.
“Tring!”
“Rekening tabungan xxxxx dana masuk sebesar Rpxxx.xxx.xxx,-.”