KETIKA BEBERAPA PEREMPUAN di zaman klasik dari berbagai latar belakang dikumpulkan, mereka membicarakan soal harapan mereka dan bagaimana mereka melaluinya dengan hunjaman penghakiman.
dari pintu yang memalang, coba-coba kakiku melintang, menyentuh langit yang bersembahyang, bintang-bintang terbang, angin terbuang ...
Dari Pintu yang Memalang
di saat semua orang senang menjadi pahatan-pahatan batu, kau beriku pancaran vitalitas itu ...
Kecup Tanganmu: Bekal Menuju Padam
langit dan malam yang murka hanya pantulan semata dari hati tuan yang sudah muak bersabda ...
Pesta Ganjil
Kopi Telaga
Di tepi telaga, seorang lelaki mengais biji-biji kopi masa lalu dari senja yang melarung bersama abu istrinya.
Tukar
Kedua perempuan dengan nasib berbeda lantas dipermainkan tangan takdir segera setelah mereka menyeberangi dunia.
Teh Bulan
Masih segar dalam ingatanku, malam itu, kauseduh rembulan dalam air laut dan kausuguhkan padaku mesra.
Ikan
Perempuan itu iri pada ikan yang bebas berenang-renang tanpa perlu uang. Ketika ikan mengajaknya ikut serta, dia merasa seperti pulang.
Awas
Sepasang mata yang mengintip di tengah kesunyian malam itu kutahu adalah milikmu. Milikku. Demi bisa lahir baru, kuenyahkan engkau bersama abu.
Nama
Sejauh mana kita hendak terbang? Sementara di tepian tebing, bisa kita lihat seorang lelaki tua menggelandang dan terbuang.
Tring!
Di dunia tanpa kabut dan capung, sosok ibu peri pun berevolusi.
Pulang
Demi mengantarkan mentari pertama pulang ke haribaan, kau rela menanggung beban seberat dunia.
Parasit
Jangan jadi pundak tempat bersandar bisa kau pun mencariku sebagai pundak untuk kau bersandar.
M(b)ual
Menu Malam Ini: Sepotong Janji Palsu dan Basa-basi. Kemualan dan kemuakanmu membuatmu memilih untuk tidak bisa makan selamanya.
Tawa
Empat kota tua dipelintir jadi satu rumah. Engkau menyinggahinya saat jauh malam; saat kesadaran jatuh dimakan lelap.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.