NU TAK PERCAYA mitos. Namun, semua berubah saat bayinya nyaris meninggal, sehari usai perjumpaannya dengan kuyang. Banyak kuyang.
Yang Nu temui bukan sosok tanpa tubuh. Raganya utuh, hanya akal sehat dan nuraninya yang lumpuh. Mungkin telah tanggal bersama kotoran dalam lubang pembuangan kloset, lalu terkubur jauh di kedalaman tanah. Hingga apa pun yang mencelat dari lisan mereka tak disaring terlebih dahulu oleh otak dan hati, sebagaimana lumrahnya manusia berbudi.
“Duh. Tubuh Jeng Nu kok jadi melebar gini? Padahal baby juga nggak gede-gede banget, ya.”
“Iya. Baby kok kecil banget. Masa semua nutrisi pas hamil diambil sama Jeng Nu, sih. Kan kasihan baby-nya. Mesti benar-benar diperhatikan lagi gizinya nanti, lho.”
“Jeng Nu, nih, aku bawain. Ampuh buat nurunken badan yang melar pasca ngelahirin. Dijamin singset kembali! Biar Rho makin sayang. Kalau tubuh nggak dirawat, takutnya Rho diembat orang. Perempuan muda zaman sekarang kan, demenannya yang sudah berbini. Jeng Nu jangan mau kalah.”
Padahal belum pula sepekan Nu jadi ibu, tapi batin dan jiwanya sudah meringis. Sakit di sekujur tubuh ditambah hantaman kalimat berbau serupa, membuat energi fisik dan psikisnya dikuras habis. Nu tahu itu pertanda perhatian, tapi kalimat para kuyang mengisap minat dan kewarasannya hingga ia malas berbuat apa-apa.
Bagaimana jika Rho kepincut cewek lain? Bagaimana kalau dirinya tak pantas jadi ibu? Bagaimana kalau apa yang dibilang para kuyang itu benar?
Di malam berhujan itu, Nu yang kadung sibuk pada badai dalam kepala sendiri, mengabaikan tangisan bayinya. Entah kelaparan, entah kehausan, entah digigit serangga, Nu tak mau peduli. Sosok kecil itulah yang telah datang merenggut kebebasannya.
Nu putuskan menutup kepala sendiri dengan bantal, biar tak ada suara tangis terdengar. Toh, Rho pun terus saja sibuk dalam dengkurannya, seolah tak mendengar apa-apa.
Kala matanya terpejam, Nu memimpikan kuyang. Banyak kuyang datang berkunjung, menyedot darahnya dan menculik bayinya.
Begitu pagi dijelang, seisi rumah ditampar kepanikan. Bayi Nu harus dilarikan ke rumah sakit karena demam tinggi sampai kejang-kejang.
Diikutsertakan dalam Gerakan Rutin Menulis 30 Hari (Gerimis30Hari) Ellunar Publishing