Tanda-tanda sang ibu menjelma nekropolis sudah lama hadir. Hanya si bungsu-lah yang serempak buta, akibat keterusan dipapari mimpi kosong sendiri, tentang kekayaan, tentang kejayaan, tentang kerajaan, tentang kelayakan ...
Day 15 – Gerimis
KOTA KITA ADALAH kota mati. Di lorong-lorong yang gulita kutemui seonggokan sampah dari almari memorimu. Mereka yang dulunya sering kautimang sayang, kini usang usai kautendang buang.
Day 14 – Senyum
INFO PENTING! Sudah Saatnya Kita Kembalikan Senyum ke Muka Bumi! Fakta: Nenek Moyang Kita Dahulu Murah Senyum! Apa Itu Senyum?
Day 13 – Selamat
DI DALAM PERUT Surti ada bom waktu. Semuanya akan terbongkar, cepat atau lambat. Jadi, daripada segalanya terlambat, ia kumpulkan ayah dan ibunya sambil menangis tersengguk-sengguk.
Day 12 – Ramé
INI KALI KESEKIAN aku melihatnya di tengah ingar-bingar. Kami tak saling kenal. Hanya sekian perjumpaan itu mendorongku menyunggingkan senyum dari jauh. Ia membalas.
Day 11 – Mulut
Keesokan harinya, kutemukan mulutku ada di antara ribuan mulut pemuntah gula. Sedang aku yang asli terseok di keramaian, ingin berteriak pada siapa pun untuk tidak turut tergoda, tapi sudah tak lagi punya suara.
Day 10 – Jemari
TAK TIK TUK bukan bunyi sepatu kuda. Melainkan suara pertempuran. Sudah bukan lagi masanya adu jotos langsung jika apa pun bisa diselesaikan serba virtual. Bahkan ada yang meramalkan, perang dunia kedelapan akan dilaksanakan para jari.
Day 9 – Epitome
SAAT AKU MELEBUR menjadi keping sabit yang merangkaki langit dan menemukan senyummu terkembang saat menatapku, aku tahu, kamu memahaminya.
Day 8 – Angkara
TANGAN-TANGAN BESAR akhirnya bergerak. Usai bersikap tabah selama bertahun-tahun, hari ini mereka lakukan eksekusi. Menyapu pergi dari almari, rak-rak buku berlaci, juga kulkas yang biasanya padat isi, sewujud nama tua penjaga kejujuran.
Day 7 – Travail
KABAR YANG KUSUGUHKAN di atas baki pada keluargaku ternyata beracun. Mentransfigurasi sosok ibu jadi Medusa.
Day 6 – Petir
TAWAMU TERBIT SAAT kuungkap ketidakrelaan. "Tenang. Kau kilat, dan aku guruhnya. Kita sepaket, tak terpisahkan."
Day 5 – Kopi
ENTAH KAPAN TERAKHIR kali hal yang hangat berkunjung ke rumah Pi, selain air mata dalam berbagai macam warna.
Day 4 – Tertampar
RUPANYA TAK SELAMANYA ditampar omongan sendiri berakhir merugikan. Ada kalanya ludah mesti ditelan lagi biar kerongkongan tak terasa kering, kalau memang tidak ada air.
Day 3 – Desire
DARI RATUSAN KEINGINAN yang berkelindan, berenang-renang, dan jumpalitan dalam rongga benak Eka, 99% di antaranya diisi wajah Dwi.
Day 2 – Sabitah
AKU TAHU, ANANDA, konstelasimu tak terbilang jumlahnya. Maka kendati engkau terlahir dari bias sinarku sendiri, bukanlah hakku menuntutmu setia di sini, selalu. Selamanya. Sampai nanti. Sampai mati.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.